Press ESC to close

Ariza: Dari Kandidat Potensial Hingga Politisi yang Terlupakan

Dalam dunia politik yang penuh intrik dan manuver, tidak jarang kita mendengar kisah-kisah tentang tokoh-tokoh politik yang terpinggirkan atau terlupakan. Salah satu kisah terbaru adalah tentang Ariza Patria, seorang politisi yang namanya tidak asing lagi di panggung politik Indonesia. Namun, kali ini, kisahnya bukanlah tentang kemenangan atau pencapaian gemilang, melainkan tentang bagaimana seorang politisi  yang harus mundur secara teratur dalam kontestasi Pilwalkot Tangerang Selatan.

Ariza Patria, yang dikenal sebagai seorang politisi yang cerdas dan berpengalaman, seharusnya memiliki peluang besar untuk maju dalam Pilwalkot Tangerang Selatan dan menjadi salah satu kandidat yang diperhitungkan. Dengan rekam jejaknya yang kuat dan jaringan politik yang luas, Ariza memiliki semua yang dibutuhkan untuk menjadi kandidat yang kompetitif. Namun, kenyataan berbicara lain. Partai-partai yang seharusnya mendukungnya justru memilih untuk memutar haluan berbalik arah, memberikan kesempatan kepada kandidat lain yang dianggap lebih ‘aman’ atau lebih ‘menguntungkan’ bagi kepentingan partai.

Fenomena ini mengingatkan kita pada realitas politik yang sering kali jauh dari harapan. Politik, seperti yang kita tahu, sering kali bukan tentang siapa yang paling kompeten atau siapa yang paling berintegritas, melainkan tentang siapa yang paling mampu membangun aliansi, membentuk konsensus, dan memanipulasi keadaan untuk kepentingan tertentu. Dalam konteks ini, Ariza Patria mungkin kalah bukan karena kurangnya kemampuan atau popularitas, melainkan karena kegagalannya dipermainkan dalam politik.

Ada beberapa alasan yang mungkin menjelaskan mengapa Ariza Patria mundur dalam Pilwalkot Tangerang Selatan. Pertama, ada kemungkinan bahwa partai-partai lebih memilih untuk mengusung kandidat yang dianggap lebih bisa memenangkan hati pemilih. Dalam politik, elektabilitas sering kali menjadi faktor utama dalam menentukan siapa yang akan diusung. Jika Ariza dianggap kurang memiliki daya tarik elektoral dibandingkan kandidat lain, maka tidak mengherankan jika partai-partai memilih untuk mengabaikannya.

Kedua, ada juga kemungkinan bahwa Ariza tidak memiliki dukungan internal yang cukup kuat. Politik bukan hanya tentang popularitas di kalangan pemilih, tetapi juga tentang bagaimana seorang politisi mampu membangun jaringan dan aliansi di dalam partainya sendiri. Jika Ariza gagal membangun dukungan yang cukup di dalam partainya, maka sangat mungkin dia akan diabaikan dalam pengambilan keputusan penting seperti pemilihan calon kepala daerah.

Ketiga, mungkin juga ada pertimbangan strategis dari partai-partai untuk mengusung kandidat lain. Dalam politik, setiap keputusan memiliki implikasi jangka panjang. Partai-partai mungkin merasa bahwa mengusung Ariza sebagai calon dapat menimbulkan risiko tertentu, baik itu dari segi persaingan internal partai, atau dari segi hubungan dengan partai-partai lain atau kelompok-kelompok kepentingan. Dalam konteks ini, mengabaikan Ariza mungkin dianggap sebagai keputusan yang lebih strategis.

Namun, terlepas dari alasan-alasan tersebut, kisah Ariza Patria mengingatkan kita pada betapa kerasnya dunia politik. Di dunia ini, loyalitas sering kali bersifat sementara dan kepentingan pribadi atau kelompok sering kali lebih diutamakan daripada kepentingan bersama. Ariza, yang mungkin telah memberikan banyak kontribusi bagi partainya, kini harus menghadapi kenyataan pahit bahwa dirinya telah dilupakan oleh rekan-rekannya sendiri seperti lagu iwan fals yang berjudul Yang terlupakan.

Apa yang bisa dipelajari dari kisah ini? Pertama-tama, kisah Ariza Patria mengingatkan kita bahwa politik adalah dunia yang keras dan tidak selalu adil. Mereka yang berharap untuk maju di dunia ini harus siap menghadapi segala kemungkinan, termasuk kemungkinan untuk diabaikan atau bahkan terlupakan. Kedua, kisah ini juga mengingatkan kita pada pentingnya strategi dan taktik dalam politik. Memiliki kemampuan atau popularitas saja tidak cukup; seorang politisi juga harus mampu membangun jaringan dan aliansi yang kuat, baik di dalam maupun di luar partainya.

Namun, yang lebih penting lagi, kisah Ariza Patria mengingatkan kita bahwa dalam politik, tidak ada yang pasti. Mereka yang hari ini berada di puncak bisa saja besok terjatuh, dan mereka yang hari ini terpinggirkan bisa saja besok bangkit kembali. Politik adalah tentang dinamika, tentang perubahan yang terus-menerus, dan tentang kemampuan untuk beradaptasi dengan perubahan tersebut.

Bagi Ariza Patria, meskipun dirinya mundur dalam Pilwalkot Tangerang Selatan, ini bukan berarti akhir dari karir politiknya. Sejarah telah membuktikan bahwa banyak politisi yang mampu bangkit kembali setelah mengalami kekalahan atau pengabaian. Dengan pengalaman dan jaringan yang dimilikinya, Ariza masih memiliki peluang besar untuk berkontribusi di dunia politik Indonesia, entah dalam kapasitas yang berbeda atau di panggung politik yang lain.

Pada akhirnya, kisah Ariza yang terlupakan ini menjadi pengingat bagi kita semua bahwa dalam politik, tidak ada yang abadi. Kekuasaan, popularitas, dan dukungan bisa datang dan pergi. Yang terpenting adalah bagaimana kita mampu bertahan, belajar dari setiap pengalaman, dan terus bergerak maju meskipun menghadapi berbagai rintangan. Ariza Patria mungkin terlupakan hari ini, tetapi siapa yang tahu apa yang akan terjadi besok? Dunia politik selalu penuh kejutan, dan mungkin saja Ariza masih memiliki satu atau dua kejutan untuk kita semua.

Choirul Umam

Ketua Solidaritas Pemuda Jakarta - Alumni Sekolah Tinggi Manajemen Transportasi (STMT) Trisakti

Leave a comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *

@CitizenJurnalisme on Galeri
Perfect
New Day
Happy Day
Nature
Morning
Sunset